“When
anyone tells me, that he saw a dead man restored to life, I immediately
consider with myself, whether it be more probable, that this person should
either deceive or be deceived, or that the fact, which he relates, should have
really happened”
Perkataan David Hume yang terkenal ini
mewakili pemikiran manusia yang menolak adanya kebangkitan. Apakah ada
bukti-bukti mengenai kebangkitan Yesus yang dipercaya oleh banyak pakar?
Gary
Habermas dan Licona menuliskan bukti kebangkitan Yesus dengan “pendekatan fakta
minimal” (minimal facts approach).
Pendekatan ini mempergunakan fakta yang didukung oleh banyak bahan bukti.
Kemudian fakta yang ada itu diterima oleh hampir setiap pakar. Kelebihan
pendekatan ini adalah menghindari banyak perdebatan soal pengilhaman Alkitab.
Kerap kali keberatan beralih kepada “Alkitab yang mengandung banyak
kekeliruan”. Melalui pendekatan ini, hanya diberikan fakta-fakta yang diterima
oleh banyak pakar, bahkan yang skeptic sekalipun. Licona meringkas 12 fakta
diatas menjadi 5 fakta, yaitu: Pertama,
Yesus mati disalib. Kedua, Para murid
Yesus percaya bahwa Ia bangkit dan menampakkan diri-Nya kepada mereka. Ketiga, Paulus penganiaya gereja
diubahkan tiba-tiba. Keempat, Yakobus
saudara Yesus yang skeptik tiba-tiba diubahkan. Kelima, Makam itu kosong (2).
Licona
dalam penulisan tesis doktoratnya, yang kemudian menjadi buku terkenal mengenai
kebangkitan Yesus, menuliskan bahwa Gary Habermas adalah seorang professional
philosopy khusus mengenai kebangkitan Yesus. Habermas telah mengumpulkan
bibliografi sekitar 3400 jurnal maupun buku yang ditulis dalam bahas Inggris,
Jerman dan Perancis dari tahun 1975 hingga saat penulisan tesis Licona. Sebagai
catatan, buku Licona ini diterbitkan tahun 2010 melalui research intensive
sejak tahun 2003. Sebagai perbandingan, pada masa awal Habermas meneliti
kebangkitan Yesus, sangat sedikit pakar historis profesional non Kristen yang
menuliskan jurnal mengenai hal ini (3).
Dari
tulisan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa cukup banyak bukti yang diakui
oleh para pakar dibidang historis, filosopy dan teologi. Cukup banyak dalam
arti dibandingkan dengan teori lain yang menolak kebangkitan Yesus. Misalnya
saja orang berkata bahwa Yesus tidak benar-benar bangkit, tapi murid-murid
hanya berhalusinasi. Maka, teori ini harus membuktikan dengan memberikan
fakta-fakta sejarah yang mendukung hal tersebut. Bagaimana mungkin Paulus yang
merupakan musuh Kristen bisa berhalusinasi bertemu dengan Yesus? Bukankah
halusinasi dikarenakan adanya keinginan yang kuat untuk bertemu dengan
seseorang yang dirindukannya? Tetapi Paulus pada saat itu musuh Kristen. Tentu
fakta-fakta yang ada tidak mendukung teori tersebut. Keduabelas fakta Habermas
yang diakui oleh para pakar, bisa menyandingkan antara teori halusinasi dengan
teori kebangkitan Yesus. Kita tentu segera mengetahui mana yang lebih dapat
diterima akal.
Pertanyaan
yang perlu dipikirakan adalah: Apakah manfaatnya kebangkitan Yesus itu? Kenapa
kebangkitan Yesus harus menjadi pusat dari Injil itu sendiri? Bukankah Injil
dalam arti kematian Kristus sudah cukup untuk mempertobatkan orang lain? Kenapa
perlu dengan berita kebangkitan Yesus? Apa manfaatnya?
-------------------
Referensi
(1)
Norman L. Geisler and
Frank Turek, I Don't Have Enough Faith to Be an Atheist (Wheaton,
Ill.: Crossway Books, ©2004), 335-6. (edisi bahasa Indonesia).
(2) Gary R. Habermas and Mike Licona, The Case for the
Resurrection of Jesus (Grand Rapids, MI: Kregel Publications, ©2004),
39-76. (edisi bahasa Indonesia)
(3) Mike Licona, The Resurrection of Jesus: A New
Historiographical Approach (Downers Grove, Ill.: IVP Academic, ©2010),
19.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar