Apakah
Iman bertentangan dengan Apologetika? Karena Apologetika itu sendiri berkaitan
dengan memberikan pembelaan berdasarkan bukti-bukti. Sedangkan Iman itu sendiri
seakan-akan berdiri sendiri dan tidak memerlukan bukti, karena iman adalah
bukti itu sendiri. Ibrani 11:1 jelas menyatakan hal itu: Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan
dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.
H. Wayne House dalam makalahnya yang berjudul “A Biblical
Argument for Balanced Apologetics: How the Apostle Paul Practiced Apologetics
in the Acts” menuliskan argumentasi yang sama dengan Habermas dan Licona
diatas. Hpose menguraikan cari berapologetika baik itu secara klasik, melalui
bukti-bukti (evidential) maupun hanya
berdasarkan Alkitab yaitu bahwa Allah ada (presuppositional)
bahwa semuanya adalah anugerah Allah melalui Roh Kudus. Dalam arti Roh Kudus
bisa bekerja melalui berbagai macam cara dan hanya Roh Kuduslah yang mampu
merubah hati manusia (2).
Habermas dan Licona menjelaskan apologetika tidak
bertentangan dengan iman itu sendiri. Mereka mendasarkan pada Kisah Para Rasul
17:2 dimana Paulus berada di bait suci. Pada pasal yang sama ayat 16 sampai
dengan 31 mengkisahkan Paulus berhadapan dengan intelektual Athena (3).
Saya akan mejelaskan maksud dari Habermas dan Licona
tersebut. Kis.17:2 (Seperti biasa Paulus masuk
ke rumah ibadat itu. Tiga hari Sabat berturut-turut ia membicarakan dengan
mereka bagian-bagian dari Kitab Suci.) menjelaskan bahwa Paulus
berbincang-bincang dengan mereka, orang-orang Yahudi disana dan membungkam
mereka dan menunjukkan bahwa Mesaia harus mati dan bangkit (ayat 3: “Ia menerangkannya kepada mereka dan
menunjukkan, bahwa Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati,
lalu ia berkata: "Inilah Mesias, yaitu Yesus, yang kuberitakan
kepadamu."). Tentu saja dalam diskusi itu, Paulus mempergunakan kitab
suci.
Setelah dari Thesalonika, Paulus berangkat ke Berea dan
kemudian ke Athena untuk menunggu Silas dan Timotius. Di Athena Paulus
berdiskusi dan berapologetika di Aeropagus. Paulus mempergunakan tulisan dari
pujangga-pujangga Yunani untuk menyatakan iman Kristennya (4).
Karena itulah Paulus menuliskan dalam I Korintus 9:21, “Bagi orang-orang yang tidak hidup di bawah
hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat,
sekalipun aku tidak hidup di luar hukum Allah, karena aku hidup di bawah hukum
Kristus, supaya aku dapat memenangkan mereka yang tidak hidup di bawah hukum
Taurat.”
Gerald Lewis Bray menuliskan bahwa orang Kristen tidak
dapat memaksa orang lain percaya Kristus, tapi setiap orang dapat bersaksi apa
yang Allah telah lakukan dalam hidupnya. Orang Kristen harus dapat menuturkan
bagaimana mereka memahami dunia ini, seperti apa posisi mereka didunia ini dan
tujuan keberadaan mereka Orang Kristen yang kabur mengenai hal ini tidak akan
pernah mengkomunikasikan iman mereka kepada orang lain (5).
Dari Prinsip Bray dapat kita simpulkan bahwa iman
mengenai injil harus disampaikan bersamaan dengan kesaksian hidup itu sendiri.
Kalau demikian, apa bedanya menyampaikan injil dengan bahan bukti dengan menyampaikan
injil dengan kesaksian? Keduanya adalah hal yang merupakan tambahan yang
memperkuat apologetika Injil itu sendiri.
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Roh
Kudus bisa memakai berbagai macam cara untuk bersaksi kedalam hati manusia.
Melaui Alkitab yang kita pelajari, Roh Kudus bersaksi, dan melalui bukti-bukti
Roh Kudus juga memakai hal itu sehingga manusia bisa mengerti apa yang
dipercayainya dan roh manusia bisa ikut bersaksi. Tepat seperti yang tertulis
dalam Roma 8:16, “Roh itu bersaksi
bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah.”
Pemikiran lanjutan: kaum intelektual selalu mengatakan
bahwa Yesus tidaklah sungguh-sungguh ada dalam sejarah. Karena Yesus tidak
pernah bisa dibuktikan keberadaanNya. Siapakah yang pernah hidup dan
menyaksikan semua itu terjadi? Bukankah semuanya bersifat dongeng seperti kisah
Cinderella ataupun Putri Salju yang sulit dibuktikan kebenarannya namun disukai
banyak orang? Bagaimanakah Apologetika menjawab tantangan ini?
-----------------
Referensi:
(1) Norman L.
Geisler, Christian Apologetics, pbk. ed. (Grand Rapids, Mich.:
Baker Book House, 1988, ©1976), 305.
(2) Norman L. Geisler and Chad V. Meister, Reasons for
Faith: Making a Case for the Christian Faith (Wheaton, Ill.: Crossway
Books, ©2007), 53-75.
(3) Gary R. Habermas and Mike Licona, The Case for
the Resurrection of Jesus (Grand Rapids, MI: Kregel Publications,
©2004), 25. (edisi bahasa Indonesia)
(4) Ibid., 26.
Habermas dan Licona menuliskan mengenai tulisan pujangga-pujangga tersebut. I
Korintus 15:33 Paulus mengutip syair pujangga Yunani, Menander (kr 342-291
sed.M), “Pergaulan yang buruk merusak kebiasaan yang baik”. Kis.17:28 mengutip
syair Epemenides, pujangga Kreta (kr 600 seb.M), “Sebab di dalam Dia kita
hidup, kita bergerak, kita ada,” disambung dengan syair Arastus, pujangga
Kilikia (kr 314-240 seb.M), “Sebab kita ini dari keturunan-Nya juga.” Titus
1:12 Paulus mengutip syair Epimenides, “Dasar orang Kreta pembohong, binatang
buas, pelahap yang malas.”
(5) Gerald Lewis Bray, God Is Love: A Biblical and Systematic
Theology (Wheaton, Ill.: Crossway, ©2012), 22-3.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar